Nim : 14321042
JUDUL
BUKU : #TETOT: Aku, Kamu, dan Media Sosial
PENULIS : Ridwan Kamil (@ridwankamil)
PENERBIT : Sygma Creative Media Corp., Bandung
CETAKAN : 6, Januari 2015
TEBAL BUKU : xvii + 363 halaman
HARGA : Rp 56.100
PENULIS : Ridwan Kamil (@ridwankamil)
PENERBIT : Sygma Creative Media Corp., Bandung
CETAKAN : 6, Januari 2015
TEBAL BUKU : xvii + 363 halaman
HARGA : Rp 56.100
Kebanyakan
Anda mungkin sepakat jika saya menyebut bahwa pejabat yang paling getol
menggeluti media sosial untuk berinteraksi dengan warganya adalah walikota
Bandung saat ini, Ridwan Kamil. “Kang Emil”(sapaan akrabnya) bukan cuma iseng
bermain tuts untuk sekadar eksis atau agar terlihat gaya dan gaul. Ia sudah
aktif di ranah medsos jauh sebelum jadi orang nomor satu di kota Bandung.
Kang Emil
sudah jadi warga Facebook sejak 2008 dan penduduk resmi Twitter
setahun setelahnya. Emil sadar sejak awal bahwa media sosial adalah alat ampuh
untuk berkomunikasi dengan banyak orang secara langsung, tanpa batas ruang dan
waktu. Ketika akhirnya jadi pamong kota, Emil pun makin pédé memanfaatkan
medsos sebagai salah satu senjata utama berbincang dengan warganya.
Perhatian
publik makin booming setelah Emil membalas tweet tuduhan “asbun”
dari Farhat Abbas terkait kebijakannya sebagai walikota seperti WiFi
gratis, bis gratis, penggunaan bahasa Sunda, dan seterusnya. Emil cerdas.
Alih-alih membuat klarifikasi, ia menjawabnya dengan mesin #TETOT diikuti
kalimat pendek santai tapi menohok. Sepertinya, judul buku ini lahir dari
peristiwa tersebut.
Meskipun
lumayan tebal, #TETOT adalah buku yang sangat asyik dibaca. Ia tidak padat
dengan muatan filosofis tentang pentingnya medsos dalam pemeritahan, dan
seterusnya dan seterusnya. Emil lebih memilih bercerita santai tentang
alasa-alasannnya aktif dalam medsos, hal-hal unik yang dialaminya, dan
bagaimana ia mampu membangun partisipasi aktif warga Bandung melaluinya.
Alih-alih
menggurui, Emil mencoba berbagi kisah apa adanya dalam delapan bab menarik.
Anak Twitter
yang (Kebetulan) Jadi Wali Kota. Emil memulai kisahnya sebagai warga Facebook dan Twitter.
Bagi Emil, medsos adalah ruang bersilaturahmi, berdiskusi, dan berbagi ide. Di
mata Emil, medsos membawa kebaikan yang nilainya lebih besar dari sekadar
untung materi. Manfaat ini bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk kota,
negara, bahkan dunia.
Homo
Bandoengicus Anu Kreatifus Sekaligus Narciscus. Bagi Emil, anak muda Bandung begitu
berbakat, hobi berkelompok, pintar, dan peduli. Kalau semua digabung, Bandung
meledak dahsyat. Selain kreatif, modal lain yang menurut Emil tak kalah penting
yaitu sifat NARSIS orang Bandung. Lewat medsos, mereka merasa punya arti dan
harus berkontribusi. Hal semacam ini harus dipelihara.
Media
Sosial dan Inspirasi Obama di Pentas Politik. Berkali-kali disindir “kerjanya hanya twitteran”,
dengan santai Emil menanggapinya dengan mengambil contoh apa yang dilakukan
Obama via medsos, jauh sebelum ia menjadi presiden Amerika. Work
Smart – begitu Emil mengistilahkannya. Nyatanya, keputusannya aktif di
dunia medsos memang ampuh meningkatkan partisipasi warga.
Media
Sosial, Gerakan Sosial, dan Kolaborasi Kebaikan. Emil sadar sejak awal bahwa fungsi
medsos lebih dari sekadar media untuk mengekspresikan diri. Medsos adalah
pembentuk gerakan sosial segar yang menginspirasi. Emil pun piawai menggagas aneka
program berbasis prinsip ini seperti Bandung Creative City Forum (BCCF),
Gerakan Sejuta Biopori, dan Gerakan Pungut Sampah (GPS). Baginya, medsos jadi
alat kolaborasi, terlebih warga Bandung “supernarsis sampai tingkat dewa”.
Media
Sosial, Kontrol Manajemen, dan Birokrasi Tanpa Sekat. Tak ayal lagi, medsos berperan
penting dalam reformasi birokrasi. Hadirnya medsos membuat pejabat saat ini
tidak bisa punya alasan untuk tidak berinteraksi dengan warga yang dipimpinnya,
kecuali ia sendiri yang ogah. Emil pun melarang rekan-rekan birokratnya gaptek.
Ia mewajibkan penggunaan medsos bagi semua dinas pemerintahan dan para pejabat
di lingkungan Pemkot dengan sistem pelaporan foto.
Media
Sosial, Sharing Informasi, dan Penegakan Aturan. Emil melihat salah satu hambatan
tidak optimalnya realisasi aneka program Pemkot selama ini bukan karena program
buruk atau kurang uang. Masalahnya, tidak ada pihak yang mengeksekusi karena
info tidak sampai ke masyarakat. Lewat medsos, sosialisasi kebijakan jadi jauh
lebih cepat dan mudah.
Media
Sosial, Berbagi Inspirasi, dan Menuai Sukses Bersama. Selain arena kebijakan dan
interaksi, medsos juga bisa mengomunikasikan sesuatu yang lebih intim yakni
prinsip hidup. Emil tak ragu-ragu memposting kalimat bijak maupun foto
keluarganya yang menginspirasi. Bab ini juga dijamin membuat kita ngakak.
Emil tak sungkan membalas tweet curhat warganya dengan aneka
candaan. Lewat Ask.Fm, Emil juga bersedia ditanya mengenai kehidupan
sehari-harinya.
Media
Sosial, Hiburan, dan Bangsa yang Bahagia. Emil menggaris bawahi hal penting yaitu kedewasaan
dalam menggunakan media sosial. Poin ini pun turut disinggung dalam bagian
penutup buku. Medsos selalu punya dua kepribadian yaitu alat menebar kebaikan
sekaligus keburukan, kebencian, dan permusuhan. Jika poin pertama yang dipilih,
medsos akan membawa manfaat positif.
Pemikiran-pemikiran
Emil dalam #TETOT bukan hanya membuka wawasan soal pentingnya peran teknologi
informasi (khususnya medsos) dalam menyosialisasikan aneka kebijakan
pemerintah. #TETOT juga memperlihatkan betapa ampuhnya medsos saat ini
merangsang kreativitas dan partisipasi publik yang bersifat interaktif alias
dua arah.
Saat ini
memang sudah banyak birokrat memanfaatkan medsos tapi hanya jadi alat kampanye.
Tidak ada dialog di dalamnya. Sebaliknya, Emil memperlihatkan betapa medsos pun
harus digunakan sesuai kaidahnya sebagai sarana “bersosialisasi”. Emil tak
pernah ja’im (jaga image). Ia menulis tweet apa adanya tanpa sok
berfilsafat sehingga warga Bandung pun mengenalnya sebagai sosok pemimpin muda
yang gaul, gemar bercanda, asyik, tapi juga cerdas, tegas, dan berbobot.
Secara
teknis, buku yang lumayan tebal ini jad sama sekali tidak terasa tebal. Emil
dan tim mampu menggodoknya menjadi buku yang renyah untuk dibaca, bahkan
ditertawakan. Tawa akan pecah begitu Anda melirik komik-komik grafis di banyak
halaman. Komik tersebut adalah ilustrasi beberapa tweet Emil yang memang
dikenal doyan bercanda (secara cerdas dan menohok, tentu).
#TETOT adalah
paket utuh dari pemikiran Ridwan Kamil soal teknologi informasi, media sosial,
kebijakan – manajemen kota, hingga prinsip hidupnya. Semua dikemas kreatif.
Buku ini pun jadi referensi yang baik buat mereka yang tertarik meneliti peran
media sosial dalam kebijakan publik dan terutama bagi para birokrat yang
berniat membuat bangsa ini menjadi lebih baik.
Tak heran
ketika mendapat pertanyaan mengapa walikota kok twitteran mulu, Ridwan
Kamil dengan santai dapat menjawab: “Mau punya walikota yang gampang dihubungi
atau susah dihubungi?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar