Nama : M. Mozaik Al Isamer HA
NIM : 13321130
Judul Buku : Filter Komunikasi Media Elektronika
Penulis : Samsul Wahidin, dkk.
Penerbit : Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Selatan dan
Pustaka Pelajar.
Tahun Terbit : 2006.
Jumlah Halaman : 144 + viii
Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang Nomor
32 tahun 2002, tediri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat Provinsi).
Anggota KPI Pusat sebanyak (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan KPI Daerah sebanyak (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Selain itu anggaran program kerja KPI pusat dibiayai oleh
APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Kinerja
komisi penyiaran Indonesia dalam perspektif undang-undang sendiri
berarti tentang konseptualisasi kinerja dan undang-undang penyiaran yang
disusun dalam pasal 7 Undang-undang nomor 32 tahun 2003. Selain hal
tersebut di dalam buku ini juga dijelaskan bahwa peran KPI yang
khususnya berada di daerah Kalimantan Selatan yang juga berperan sebagai
jembatan diantara lembaga penyiaran dengan masyrakat yang memerlukan
informasi dan memerlukan media untuk saling berkomunikasi. KPI disini
diharapkan dapat menjadi wadah untuk menampung aspirasi dari masyrakat
maupun dari lembaga penyiaran itu sendiri. Dengan demikian KPI akan
senantiasa menjadi lembaga yang benar-benar bermanfaat tidak semata
karena secara formalitas ada atas tunjukan Undang-undang. Mafaat yang
akan dirasakan oleh masyrakat bahwa mereka benar-benar akan dapat
memperoleh informasi yang objektif untuk meningkatkan citra diri serta
dapat menjalin komunikasi lebih bebas di atas dasar persamaan,
persaudaraan dan saling membutuhkan dalam satu jalinan masyrakat
informasi.
Di dalam buku ini juga terjadi perdebatan
yang arahnya menyempurnakan yang arahnya menyempurnakan filter. Filter
disini sendiri berarti dimaksudkan tidak saja muncul secara internal,
dalam arti dari diri seseorang yang mau tidak mau, suka tidak suka harus
melakukan komunikasi melalui media sebagai refleksi dari kesepakatan,
dan filter itu sendiri diciptakan dari kesepakatan bersama. Lembaga yang
memfilteri media komunikasi ini sendiri iyalah KPI dan KPID.
Di
dalam buku ini juga dilampirkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran, yang dimana didalam nya terdapat salinan mengenai
keputusan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran
dan Standar Program Siaran. Yang kemudian disusul oleh studi kasus yang
telah dilakukan oleh KPI didaerah Kalimantan Selatan. Dengan adanya
bukti nyata ini diharapkan pembaca lebih mengerti apa yang dimaksud dari
penulis. Karena dengan adanya bukti kongkrit diharapkan pembaca akan
lebih yakin dengan apa yang telah di tuangkan oleh penulis di dalam buku
ini sendiri. Meskipun pada akhirnya terdapat kekurangan dari buku ini
yaitu letak geometris Indonesia yang berbentuk kepulauan, yang tentu
saja akan membuat hal-hal yang dilakukan ditempat tertentu akan tidak
sama dengan tempat lainnya.
Pada akhirnya buku ini akan
menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dibaca khususnya oleh
Mahasiswa Ilmu Komunikasi karena dibuku ini banyak sekali informasi
tentang komunikasi, medianya, maupun hal lain. Dari buku ini kita juga
dapat paham mengenai pasal-pasal berapa sajakah yang termasuk dalam
Komisi Penyiaran Indonesia dan kita juga akan mengetahui program-program
yang boleh ditayangkan atau tidak boleh ditayangkan, yang kemudian
disusul dengan sanksi-sanksi yang dapat diterima jika kita melanggar hal
tersebut. Tentu saja buku ini juga merupakan referensi yang bagus untuk
pembut acara ataupun perancang acara di media televisi.
Minggu, 03 April 2016
Sabtu, 02 April 2016
Nama : Mochammad Nur Alam
NIM : 14321098
Buku : Orde Media, Kajian Televisi dan Media Massa Indonesia Pasca Orde Baru
Editor : Yovantra Arief dan Wisnu Prasetya Utomo
Penerbit : Insist Pres, Remotivi dan Tifa Jakarta
Tahun : Juni 2015
Tebal : 295 halaman
Media terkesan ekslusif, berlindung dibaling kata-profesional- sehingga terkesan sulit dikritik. Alih-alih memperbaiki diri, media tanah air cenderung terseret arus deras kepentingan pemilik modal. Dalam buku “Orde Media” ini, pembaca disuguhkan bagaimana media massa tampil genit. Di satu sisi, larut dalam kepentingan pemilik modal, di sisi lain, tampil bak seorang dewa mengatasnamakan publik untuk membela kepentingan pemilik. Sebanyak 37 artikel dimuat dalam buku itu mengupas bagaimana televisi, koran, dan media online kita mengkontruksikan realitas Jakarta pada masyarakat nusantara. Pada bagian lain, Kamil Alfi Arifin menyajikan “birahi” politik pemilik media. Bagaimana TVOne dan kelompok media milik Aburizal Bakri (politisi Golkar) merubah sebutan Ical menjadi ARB (Aburizal Bakri). Sejak kecil, Aburizal dikenal dengan panggilan akrab Ical bukan ARB (hal 47). Namun, ketika mencalonkan diri dalam Piplres 2014, sebutan Ical berganti menjadi ARB. Harapannya tentu mendulang suara dan lebih populer dimata publik. Hanya kelompok media milik Bakrie yang konsisten menyebut Ical dengan nama ARB. Media lainnya relatif memilih Ical dan ARB secara bergantian. Selain itu, jurnalis memaknai profesional sebagai patuh perintah atasan. Bukan berjuang untuk menegakkan independensi ruang redaksi dan semata-mata berpihak pada publik sesuai esensi jurnalisme.
Realitas media memaksakan keinginannya bisa dibaca pada tulisan Ambar Arum. Dia mengkritisi tayangan Andai Aku Menjadi Trans TV (hal 76). Bagaimana tayangan itu “memaksakan” bahwa karakter masyarakat Jakarta atau perkotaan secara umum karakter manja, serba hidup mewah, saban hari naik-turun mobil. Toh, ini bukanlah realitas sebenarnya seluruh masyarakat kota besar tanah air. Namun, tayangan itu memaksakan begitulah realitas sesungguhnya. Sebaliknya, masyarakat desa ditampilkan sebagai kaum lemah dan hidup dalam kemiskinan. Kebahagiaan dimaknai sebagai sebuah realitas yang seakan-akan hanya bisa dimiliki masyarakat kota. Toh, esensi sesungguhnya kebahagiaan merupakan kata sifat, dapat dimaknai beragam oleh setiap manusia. Bagi masyarakat desa, kebahagiaan adalah bagaimana mereka hidup nyaman, menghirup udara segar dengan penghasilan yang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak muluk-muluk dan mesti memiliki rumah dan mobil mewah.
Koreksi Media
Kehadiran buku kumpulan artikel yang ditulis oleh jurnalis, akademisi dan peminat kajian media ini sejatinya dimaknai sebagai koreksi terhadap “kegenitan” media kita. Bahwa, media massa sejatinya bekerja untuk dan atasnama publik. Bahwa pemilik sah frekuensi siaran adalah publik. Bukan pemilik modal dengan segudang keinginan politiknya. Buku ini sejatinya dimaknai sebagai koreksi untuk media massa. Bahwa, bangsa ini ingin memiliki media yang cerdas mengabarkan, mengungkap fakta-fakta kebohongan negara di depan sidang pembaca.Semua pemikir jurnalisme sepakat bahwa netralitas dalam media massa adalah hal absur. Namun, kode etik jurnalistik sejatinya menjadi acuan utama di industri media. Jika usur ini dipenuhi, maka Indonesia akan memiliki media yang cerdas, melaksanakan fungsinya sebagai “anjing penjaga” dan mendorong kemajuan bangsa ini dari waktu ke waktu. Bukan sebaliknya, menjadi media yang “bertuhan” pada pengiklan dan pemilik.
Jumat, 01 April 2016
Resensi Buku
Nama: M. Fadhil Pratama
NIM: 13321102
Judul Buku: Etika Jurnalisme Prinsip-prinsip Dasar
Pengarang: Zulkarimein Nasution
Tahun: 2015
Jumlah halaman: 181 halaman
Ulasan:
Buku
ini memaparkan perihal etika jurnalisme. Di bagian awal buku ini, pembaca akan
disajikan pemaparan mengenai pengertian dan makna etika dan pentingnya peran
etika dalam bidang jurnalisme. Setelah itu, berlanjut kepada pemaparan mengenai
hubungan etis jurnalisme dengan public, keprofesian dan etika jurnalisme, dan
prinsip-prinsip utama etika jurnalisme. Di bagian akhir ini, pembaca akan
disuguhkan pula pemaparan ihwal pelanggaran etika profesi jurnalisme (baik
untuk kasus di Indonesia maupun di luar negeri) serta pemaparan mengenai
tantangan yang dihadapi oleh jurnalisme. Buku ini dapat dibaca oleh para
mahasiswa khususnya yang sedang menempuh pendidikan oleh bidang ilmu komunikasi
atau juga ilmu jurnalistik.
Selain
itu, dapat dibaca pula oleh jurnalis, pemerhati bidang jurnalisme maupun
pemilik media. Seperti bidang profesi lainya profesi di bidang jurnalisme juga
membutuhkan etika. Etika dibutuhkan dalam jurnalisme agar berita yang
disampaikan ke public dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar ketentuan
etik jurnalisme. Oleh karna itu, dalam melakukan aktifitas jurnalistik
nilai-nilai atau prinsip-prinsip seperti akulrasi, objektifitas, keseimbangan,
independensi, akuntabilitas kepada public dan sebagainy. Posisi etika dalam
jurnalistik, dapat diibaratkan seperti kompas dan pemudi pada sebuah kapal diatas
kertas, kapal tersebut diasumsikan akan bias berlayar kemana saja yang
dikehendaki oleh nahkoda dan awaknya. Ketika berlayar kapal tersebuat akan
mengaruhi ombak serta menempuh badai dan gelombang. Agar kapal tetap terus kearah
yang benar, dan aman dibutuhkan pedoman yang handal. Disitulah kompas dan kemudi
berfungsi memandu haluan menuju ke tempat tujua. Jika berlayar tanpa pedoman,
kapal bias meluncur ke segala arah, dan tidak mustahil menemui nasib yang fatal
: menabrak karang lalu kandas dan tenggelam.
Pembahasan
mengenai keberadaan etika dapat dimulai dari penelusuran mengapa ada etika? Dalam
kehidupan manusia. Bertolak dari penjelasan bahawa manausia adalah makhluk social
maka hidupnya tak lepas dari interaksinya dengan manusia-manusia lain yang ada
disekitarrnya. Dalam berinteraksi dalam pihak lain, dibutuhkan pedoman prilaku
agar masing-masing tahu agar bagaimana menempatkan diri, agar interaksi
dimaksud tidak menimbulkan goncangan ataupun ketidaknyamanan dalam arti
sebenarnya. Itu sebabnya mengapa orang-orang yang beretika akan memperoleh
respek dari lingkungan sekitarnya. Jurnalisme memerlukan etika sebagai panduan
dalam melakukan tugasnya mencari dan menyampaikan kebenaran. Tugas mulia itu
dipercayakan masyarakat kepada pers karena percaya bahwa pada dasarnya
kepercayaan tersebut dijaga dan dipelihara oleh media dan wartawanya dengan
cara menaati sejumlah prinsip yang dirumuskan dalam kode etik.
Sejak
awal tumbuhnya profesi, syarat pengakuan masyarakat adalah ciri yang utama. Sejumlah
kriteria harus dipenuhi, barulah sebuah pekerjaan dapat disebut sebagai
profesi. Untuk mencapai status sebagai sebuah profesi, ada sejumlah kriteria
yang harus dipenuhi. Tidak semua pekerjaan lantas disebut dengan profesi. Status
keprofesian jurnalisme hingga kini, masih menghadapi sejumlah problem. Belum semua
kriteria profesi dipenuhi oleh sejumlah jurnalisme. Namun hal itu tidaklah
mengurangi kewajiban seorang jurnalis untuk mejadi dan berprilaku professional,
apakah jurnalisme sebuah profesi? Pakar media Silvio Waisboard melihat
kekhawatiran dewasa ini, tentang masa depan berita memberi kesempatan untuk
meninjau kembali konsep profesionalisme dalam jurnalisme.
Keprofesionalan
jurnalisme tidak terpisahkan dari keberadaan kode etik profesi ini dan keataan
warganya untuk melaksanakannya. Untuk mencapai status sebuah profesi, ada
sejumlah kriteria yang harus dipenuhi. Tidak semua pekerjaan lantas disebut
profesi. Status keperofesian jurnalisme hingga kini menghadapi sejumlah
problem. Bellum semua kriteri profesi dipenuhi oleh jurnalisme. Namun hal itu
tidak mengurangi kekeharusan seorang jurnalis menjadi professional.
Untuk
dapat memenuhi isi jurnalisme yang mulia : mencari dan menyampaikan kebenaran,
profesi ini dibekali dengan sejumlah prinsip etika yang berfungsi sebagai
penapis informasi yang dikumpulkan dan disunting untuk kemudian disajikan
kepada khalayak. Serangkaian penampis itu bila diterapkan, akan menjamin karya
jurnalistik yang dihasilkan oleh para jurnalis dapat memenuhi peran social dan
ekspektasi masyarakat kepada mereka.
Meskipun
penaatan pada kode etik merupakan ciri utama sebuab profesi dan menentukan
tingkat kredibilitas public terhadap profesi yang bersangkutan, nyatanya
sepanjang waktu tetap ada sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan oleh
jurnalis dan media. Tidak semua warga profesi ini menaati sepenuhnya ketentuan
etika seperti yang termaktum dalam kode etik. Hal ini menjadi salah satu poin
yang mempengaruhi penilaian public mengenai status kerprofesian jurnalisme yang
hingga kini masih menghadapi sejumlah problem. Pelanggaran etika profesi oleh
para pelaku jurnalisme bagaimanapun juga menjadi catatan penting khalayak dalam
menimbang keprofesional bidang ini.
Pada
masa ini ke depan nanti, nilai-nilai dan praktik etik di lingkungan jurnalisme
menghadapi sejumlah tantangan. Penyebabnya datan baik dari lingkungan
jurnalisme maupun dari dalam jurnalisme sendiri. Tantangan dimaksus akan
menimbulkan banyak implikasi terhadap konsep dan praktik jurnalisme. Namun
demikian, diyakini bahwa etika akan tetap dibutuhkan bila jurnalisme ingin
survive.
Iklan Politik Dalam Realitas Media ( Sumbo Tinarbuko 2009 )
Indra Ramanda
14321024
Identitas buku :
Judul : Iklan Politik Dalam Realitas Media
Penulis : Sumbo Tinarbuko
Tahun Cetak : 2009
Diterbitkan : Jalasutra
Buku karya Sumbo Tinarbuko, seorang dosen dari perguruan tinggi negri di yogyakarta
yang menceritakan tentang realitas media dimasyarakat sebagai iklan politik. Buku
ini dicetak pertama kali pada tahun 2009 oleh Jalasutra. Buku ini sangat
menarik ketika pertama dilihat, karna memiliki cover sampul dengan design yang
menarik, dengan design seperti sketsa wajaah dan suatu daerah dan kritik-kritik
sosial didalamnya dan menggunakan tampilan full warna yang menarik dipandang. Menimbulkan
kesan trend masa kini. Buku ini memiliki isi sebanyak 4 babak.
Babak 1 menceritakan garis besar tentang iklan politik dengan
realitas media, bagaimana kemasan iklan di masyarakat, bagaimana matinya iklan
politik dimasyarakat, sampah visual iklan politik, vandalisme iklan politik
dimana-mana, dan akhirnya menciptakan trend narsisme.
Babak 2 menceritakan garis besar tentang iklan politik dalam
prespektif desain komunikasi visual, mencakupi pedagangan ide dalam ranah
periklanan, desain komunikasi visual iklan politik, tipografi dimasyarakat, dan
desain komunikasi visual dalam peneletian sosial.
Babak 3 menceritakan garis besar tentang iklan politik dalam
prespektif pakar komunikasi politik, yaitu membahas tentang beberapa tanggapan
para pakar politik seperti ahmad zaini, daniel rembeth, djito kasilo, dody
oktavian, dyah pitaloka, I ketut martana, S.Sos, Ricky pesik, dan sauki basya.
Babak 4 menceritakan garis besar tentang menghayal iklan
politik yang ideal
Total halaman dalam buku ini ada 106 halaman isi dari
pambahasan. Menarik untuk dibaca karna buku ini menjelaskan topik permasalahan
yang ada dimasyarakat tentang banyaknya sampah visual iklan politik yang tidak
tertanggapi oleh masyarakat.
Resensi buku Media,kematian, dan identitas budaya minoritas (Representasi Etnik Tionghoa dalam Iklan Dukacita)
Nama: Lukman Adhi K
NIM: 14321051
Identitas buku:
Judul: Media,kematian, dan
identitas budaya minoritas (Representasi Etnik Tionghoa dalam Iklan Dukacita)
Pengarang: Iwan Awaludin Yusuf
Penerbit: UII Press Yogyakarta
Tahun terbit: 2005
Tebal buku: 250 halaman
Dalam buku ini
penulis mengambil tema unik yaitu berkaitan tentang kematian yang sampai saat
ini menjadi topik perbincangan yang sentimental, terkadang ide muncul dari
hal-hal yang cenderung “sepele” seperti iklan berita duka yang ada dimedia
cetak. Berangkat dari rasa ingin tahu tentang mengapa iklan tersebut ada? Ada
kepentingan apakah? Yang sebenarnya berkaitan dengan budaya Tionghoa yang
menjadi aspek menarik oleh penulis.
Fenomena
Necrocultura atau menggilai kematian dengan berlebihan yang melanda masyarakat
dunia walaupun bukan hal yang baru tetapi referensi tertulisnya sangat sedikit,
bahkan menurut penulis di Internet masih jarang dan susah menemukannya. Selain
itu buku ini mengkaji iklan dukacita yang merupakan salah satu komodifikasi
kematian di media massa. Kehadiran iklan ini telah dialihfungsikan menjadi
sarana peneguhan posisi masyarakat tertentu yang terdiskriminasi, dapat kita
simpulkan bahwa iklan dukacita ini bukan hanya sekedar iklan dimedia massa yang
berisi informasi meninggalnya seseorang tetapi sebagai wujud eksistensi budaya
etnik Tionghoa di Indonesia.
Melalui metode
semiotik buku ini menjelaskan bagaimana
etnik Tionghoa ditampilkan lewat media iklan dukacita yang direpresentasi
bidang ekonomi,sosial,budaya, dan agama yang dikaji dalam aspek komunikasi dan budaya.
Dalam iklan
dukacita yang dikaji dalam bidang ekonomi memiliki konten branding produk, nama
toko, dan lokasi toko yang tidak langsung sebagai sarana promosi dan
representasi ekonomi pengiklan terhadap status ekonomi pengiklan.
Puisi Joko Pinurbo ( Doa Malam )
NAMA : Aji Bayu Murti
NIM : 13321077
NIM : 13321077
DOA MALAM
Tuhan yang merdu
Terimalah kicau burung di dalam kepalaku...
Resensi Buku Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi
Nama :
Aji Bayu Murti
Nim : 13321077
Judul Buku : Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi
Proses Komunikasi
Penulis : Nurudin
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : November, 2012
Tahun Terbit : November, 2012
Media Sosial Baru dan Munculnya
Revolusi Proses Komunikasi
Buku ini akan mengupas berbagai macam pokok persoalan yang
ada dalam dunia komunikasi, secara khusus media komunikasi. Pembaca akan diajak
masuk kedalam sebuah ranah dan konsep berpikir mengenai beberapa hal yang
menjadi latar belakang dari penelitian ini. Ini merupakan pengayaan dari
penelitian terdahulu yang membahas tentang komunikasi berbasis internet yang
berjudul “Citizen Journalism Sebagai Kataris Baru Masyarakat (Nurudin, 2010)”.
Selanjutnya adalah Fenomena media sosial yang saat ini bisa menjadi antithesis
dari teori-teori komunikasi massa yang selama ini dikenalkan dalam study
komunikasi.
Penulis sengaja memaparkan sedikit banyak tentang metode
penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Karena metode
penelitian adalah sejenis pisau yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keabsahan serta lokasi dimana penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar
pembahasan nantinya tidak melebar sehingga memudahkan pembaca untuk
memahaminya.
Peneliti juga melampirkan hasil
penelitian terdahulu yang dianggap sesuai dengaj kajian ini. Bahasan penting
dari kajian teori ini adalah Teknologi
Komunikasi yang mempengaruhi perkembangan perubahan penyebaran pesan,
Determinisme Teknologi, Imperealisme media sosial, media sosial dan virtual
reality, sampai pro dan kontra media sosial.
Buku
ini akan menggali fenomena media sosial yang sedang mewabah di era cyberspace. Kajian
tentang media sosial adalah kajian baru yang belum banyak mendapatkan perhatian
para peneliti di perguruan tinggi. Padahal, proses dampak yang akan terjadi
sangat luar biasa di masa datang. Sementara itu masyarakat Indonesia sudah
terlanjur banyak yang memanfaatkan media sosial tersebut untuk proses
komunikasi. Mereka tidak mengetahui konsekuensi dan dampak media sosial itu.
Bagi mereka, yang penting bisa berkomunikasi secara efisien dan efektif, tidak
lebih dari itu.
Tidak
bisa dipungkiri kehadiran media sosial telah mengubah, bahkan merevolusi proses komunikasi manusia. Bahkan bisa
dikatakan proses komunikasi model
demikian merupakan ciri khas yang melekat pada masyarakat modern saat ini.
Sangat mungkin dalam beberapa dekade ke depan ada perubahan, tetapi untuk saat sekarang media sosial berperan dalam penyebaran
informasi.
Hasil
penelitian oleh Nurudin dalam buku ini, juga membuktikan adanya kenyataan bahwa
media sosial menjadi ciri khas
masyarakat modern saat ini. Hal demikian diakui oleh Heny Maslukhah. Heny mengungkapkan bahwa ciri khas yang
melekat itu bisa dicirikan dengan
kenyataan bahwa masyarakat tidak lagi menjadi konsumen media tetapi menjadi produsen. Informasi tidak hanya disebarkan
oleh wartawan, tetapi oleh masyarakat. Misalnya saja saat ini sudah muncul Citizen
Journalist. Citizen Journalist adalah
orang atau kelompok orang yang bebas, independen tanpa terikat oleh pihak
manapun dalam menyebarkan informasi (lewat blog dan web pribadi). Bahkan berita
yang belum muncul di media umum (mainstream media) sudah muncul terlebih dahulu
lewat citizen journalist.
Berkaitan
dengan model arus peredaran informasi, informasi yang beredar tidak lagi one step flow of communication (komunikasi
satu arah), tetapi two step flow of
communication (dua arah) atau bahkan multi
step flow of communication (banyak tahap). Komunikasi satu arah hanya dari
komunikan ke komunikator. Sementara itu komunikasi dua arah menjadi ciri
komunikasi masyarakat modern. Komunikan tidak saja selamanya menjadi komunikan,
bahkan komunikan juga bisa menjadi komunikator. Jika kita pembaca media cetak,
informasi hanya diterima oleh pembacanya saja. Namun kalau kita user media
sosial, kita bisa menjadi komunikator. Citizen journalist salah satu bukti
dampak dari munculnya media sosial.
Masyarakat
sekarang menuntut komunikasi interaktif dengan banyak arah. Sementara itu
kenyataan mainstream media tidaklah demikian. Maka mainstream media juga merasa
perlu membangun interaksi dengan audiensnya dengan komunikasi interaktif pula.
Sebagai bukti banyak dari mainstream media sekarang juga memanfaatkan jaringan
sosial untuk penyebaran informasi, disamping juga mempunyai e-paper.
Tidak
bisa dipungkiri, munculnya media sosial telah membawa bentuk
perubahan-perubahan tidak saja pada individu tetapi juga masyarakat. Perubahan
sosial ini terlihat dari cara kita berkomunikasi di media sosial tanpa
memandang jarak, waktu, tempat, dan keadaan. Contoh perubahan politik dengan
media sosial, seseorang dapat mengakses informasi politik dan dapat memberikan
argumennya melalui blog-blog yang membahas politik. Contoh perubahan budaya dengan adanya media sosial ini
mengubah budaya tingkah laku penggunanya, dikarenakan orang-orang pengguna
media sosial bisa menjadi orang anti sosial sebab mereka terlalu sibuk dengan
dunia media sosial di HP mereka.
Saat
ini fenomena media sosial memang sedang menjadi bahan pembicaraan di masyarakat. Nyaris semua informasi yang ada di
perkotaan tidak akan bisa lepas dari media sosial. Jika kita melihat
perkembangan teknologi komunikasi yang semakin cepat, tentu ada perubahan-perubahan yang mungkin terjadi atas
media sosial di masa datang. Itu memang sebuah
keniscayaan sejarah yang tidak
bisa dihindari kemunculannya. Berkaitan dengan hal itu, buku ini menayangkan sejauh
mana perkembangan media sosial masa
depan. Nyaris semua nara sumber mengatakan bahwa masa depan media sosial masih mempengaruhi proses komunikasi manusia.
Media
sosial di masa mendatang akan berkembang semakin pesat. Hal itu karena sifat
dasar manusia yang cepat bosan serta tidak pernah puas dan selalu ingin meminta
hal lebih. Sehingga media sosial pun akan semakin berevolusi untuk memenuhi
sifat dasar manusia tersebut dengan semakin
berinovasi dan menambah fitur-fitur dan fungsinya. Dengan demikian,
masyarakat juga akan semakin betah, selalu mencari, dan merasa selalu lebih
nyaman berada di media sosial yang menjadi “dunia lain” mereka. Bahkan media
sosial ke depan akan semakin menjadi primadona dalam dunia komunikasi. Itu
semua disebabkan karena semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan
semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan informasi atau berita.
Tak
dapat dipungkiri media sosial bersifat adiktif. Di masa yang akan datang ada
inovasi-inovasi baru yang akan dilakukan oleh media sosial. Salah satu contoh
inovasi yang dilakukan oleh media sosial adalah kerja sama yang dilakukan oleh
facebook dan skype. Inovasi itu memungkinkan pengguna facebook tidak hanya bias
chatting secara tulisan, namun dapat bertatap muka dengan rekan facebooknya. Contoh
inovasi-inovasi lainnya yang dilakukan oleh twitter, instagram dengan twitter
serta soundcloud dengan facebook. Fitur-fitur yang semakin canggih inilah yang
tidak mustahil membuat para pengguna jejaring sosial serasa semakin dimanjakan
dan memiliki tingkat adiktifitas yang tinggi terhadap media social. Masa depan
media sosial dengan demikian bisa diringkas sebagai berikut; (a) sumber dari
segala sumber informasi, (b) ketergantungan manusia yang semakin tinggi pada media social.
Satu
hal yang akan berubah di masa datang adalah format isi media sosial. Format isi media yang sebelumnya hanya berupa
teks-teks, dalam masa yang akan datang akan dipadukan dengan audio
visual. Kalau dahulu hanya ada chatting lewat Yahoo Messenger (YM) dengan teks,
saat sekarang bisa pakai YM dengan web camera atau memakai camfrog (perpaduan
chatting dengan memakai audio visual). Tentu saja, itu sangat sejalan dengan
perkembangan teknologi komunikasi itu sendiri.
KREATIF SAMPAI MATI
Gilang Wahyu Ramadhan
14321143
RESENSI BUKU KREATIF SAMPAI MATI
Penulis : Wahyu
Aditya
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan/Tahun Terbit : III, Mei 2013
Jumlah Halaman : 302 halaman
ISBN : 978-602-8811-99-6
Apakah kita bosan dengan hal yang umum? Apakah sekarang pola
pikir kita sama dengan orang pada umumnya? Apakah kita hanya bisa melakukan
hal-hal yang lazim? Apakah kita sulit berpikir untuk menemukan ide-ide unik dan
beda dari yang lain? Padahal taukah anda, tahun 2015 di Indonesia akan dibuka pasar
bebas. Artinya persaingan kerja, usaha dan lainnya akan semakin berat serta
sengit. Padahal penduduk Indonesia sendiri sekarang mencapai ± 240 juta jiwa,
belum lagi ditambah dengan penduduk luar negeri. Jadi bisa dibayangkan, 1 orang
bisa bersaing dengan hal yang sama minimal 1 juta orang.
Kemudian yang menjadi pertanyaan kita semua. Cara apa yang
bisa kita lakukan untuk bertahan bahkan jadi pemimpin dan pemenang dipersaingan
tersebut. Salah satu cara yang telah terbukti riil adalah dengan mengubah pola
pikir kita menjadi kreatif. Apa itu kreatif? Kreatif itu salah satu sifat
Tuhan. Kreatif itu membalikkan cara pandang. Kreatif itu hak semua insan.
Kreatif itu bisa dilatih dan tidak bisa dibeli. Kreatif itu cara bertahan
hidup. Kreatif itu penting. Kreatif itu adalah sesuatu yang baru. Kreatif itu
adalah salah satu bentuk pertahanan yang dibutuhkan negara ini. Beberapa
tulisan kreatif berwarna putih dengan landasan merah dalam buku Sila ke-6 :
Kreatif Sampai Mati karya Wahyu Aditya menyadarkan para pembaca akan apa itu
kreatif.
Wahyu Aditya, salah seorang aktivis animasi dan desain.
Sekaligus pendiri HelloMotion Academy, HelloFest dan Distro KDRI. Juga sebagai
pemerhati dan pembicara industri kreatif. Dengan pengalamannya Aditya selama 12
tahun bekerja di dunia kratif. Melihat berbagai macam permasalahan yang terjadi
di Indonesia, dengan semakin rumitnya persoalan yang ada. Ditambah dengan
semakin cepatnya arus informasi menyebabkan tantangan yang ada semakin susah
untuk diprediksi. Sehingga Aditya memberikan jalan dengan tiga kata sakti yaitu
“Kreatif Sampai Mati.”
Di buku dengan tebal 302 halaman berisi 17 butir (bab) yang
di dalamnya terdapat berbagai macam desain dan animasi menggambarkan tentang
kreatifitas. Dimana di masing-masing butir, bisa dibaca secara random. Karena
masing-masing butir berdiri sendiri secara independen. Namun jika disatukan dan
diaplikasikan maka menjadi sebuah kekuatan, untuk bertahan hidup serta menjadi
seorang pemenang (Halaman xvi-xvii). Di setiap halaman penulis memberikan gambar
yang berbeda-beda, sehingga yang terjadi jika lembaranan halaman itu digerakkan
secara perlahan. Maka akan terbentuk sebuah pola yang lucu dan menarik. Selain
itu di setiap butir, penulis memberikan warna, tulisan serta desain berbeda
mengenai apa itu kreatif. Seperti pada butir 12 halaman 195 terdapat tulisan
“Aku melihat malaikat dengan marmer dan aku ukir sampai aku membebaskannya
(Michelangelo).” Pada halaman itu diberikan juga warna biru dengan gambar
diatasnya sepasang sayap. Gambar, tulisan serta desain berbeda tersedia
dimasing-masing butir.
Dunia kreatif dipaparkan sederhana dan gamblang oleh Mas
Aditya ini. Pada butir I berjudul Cari Duniamu halaman 1-25. Dijelaskan
mengenai fenomena lazim sistem pendidikan Indonesia. Dimana waktu untuk MP (Mata
Pelajaran) pasti seperti Matematika dan IPA. Dialokasikan waktu yang lebih
banyak dari pada MP kesenian, yang hanya ± 2 jam/minggu. Padahal MP kesenian
ini, memiliki banyak manfaat antara lain, mengasah murid untuk berani
mengekspresikan imajinasi, melatih berpikir kreatif dan terampil. Serta
memberikan mereka ruang seluas-luasnya untuk mengemukakan pendapat. Selanjutnya
dengan fenomena yang ada sekarang, penulis memberikan jalan untuk segera
menemukan dunia yang sesuai dengan minat, kesenangan dan cinta kita. Jika
sekarang kita berada di dunia yang tidak sesuai dengan kesenangan hati, minat
(passion) dan cinta. Maka segera cari dan segeralah menuju ke dunia yang kita
mau. Jangan takut ! Karena rasa takut, merupakan musuh besar kreativitas.
Di butir II Aditya memberikan bocoran cara berpikirnya para
Miliuner. Yaitu dengan berpikir dari berbagai arah. Ditunjukkan dengan tanda
(gambar) besar seperti tambah (+). Gambar ini merupakan konsep pola pikir
kreatif. Yaitu dengan cara berpikir ke segala arah, berpikir terbalik atau
berpikir berlawanan arah (Halaman 28). Seperti penulis novel bestseller
Twilight yaitu Stephenie Meyer. Stephenie mencoba memberi persepsi terbalik
terhadap sosok vampir. Biasanya vampir itu berwujud menakutkan, tokoh
antagonis, peminum darah manusia dan hanya berani keluar. Di novel ini, sosok
vampir berubah menjadi sosok ganteng, tokoh yang baik hati, seorang vegetarian
dan tidak takut terhadap matahari. Selain itu dicontohkan juga berbagai
orang-orang kreatif yang sukses baik di dunia musik, bisnis properti dan
makanan. Sungguh sangat kreatif.
Tidak berhenti disitu saja, di butir III, dijelaskan tentang
rekam dan remix. Proses rekam dan remix ini, ternyata juga sudah membumi di
kalangan para desainer, tokoh kartun sampai musik. Kalau di dunia bisnis,
dikenal dengan namanya ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi). Proses dimana merekam,
meniru dan memberikan sentuhan kreatif. Menurut Steve Jobs dalam konsep
connecting the dots, menjelaskan bahwa kita tidak bisa merencanakan masa depan
kita dengan titik demi titik yang terencana dengan pasti. Apa yang membuat kita
menjadi seperti sekarang adalah karena titik-titik yang sudah kita lalui
(Halaman 49). Sehingga sejak kecil teruslah berlatih untuk merekam dan meremix
apa yang kita lihat dan tuangkan dalam sebuah media dengan senang. Maka
nantinya kita akan menjadi apa yang sudah kita senangi dan cintai sejak kecil
(Halaman 50).
Selanjutnya, lakukan hal-hal yang spontan (Halaman 61).
Seperti dalam buku “The Power Of Kepepet,” disitu dijelaskan bahwa dalam
keadaan kepepet, maka akan muncul adrenalin yang membuat kita dulunya berpikir
tidak bisa dan tidak mungkin menjadi bisa. Seperti yang dilakukan oleh Aditya
membuat kampaye tentang “Koin Peduli Prita” untuk mengumpulkan uang koin
sebanyak 204 juta. Ternyata kampaye inipun sukses dan bisa menyelamatkan prita
dari gugatan sebuah Rumah Sakit Internasional di Tangerang. Setelah melakukan
hal-hal yang spontan, biasakan dengan pertanyaan mendasar “Bagaimana Kalau?”
(Halaman 74). Pertanyaan ini akan membuat hal yang sudah lazim dan kuno,
dipermak menjadi hal baru, kreatif dengan esensi yang tetap sama.
Pada butir ke 7 Aditya, juga memberikan tips kepada semua
manusia untuk bersedia merangkul keterbatasan (Halaman 112). Kita tahu sendiri
bahwa banyak individu yang sempurna tapi tidak mengerti akan kelebihannya.
Begitu juga mereka yang memiliki keterbatasan tidak mengetahui akan kelebihan
yang dimilikinya. Padahal sudah jelas dikatakan, bahwa Sang Pencipta
menciptakan sesuatu dengan sempurna. Seperti halnya seorang seniman Phil Hansen
yang dia tidak bisa membuat garis lurus. Setiap dia mencoba membuat garis
lurus, akan timbul rasa sakit ditangannya. Sehingga Phil merangkul
keterbatasannya itu dengan tidak menyianyiakan hidupnya. Sekarang Phil dengan
keterbatasannya yang dimiliki berhasil membuat berbagai karya seni yang sangat
membuat tercengang dunia, misalnya membuat lukisan dari kulit pisang dengan
metode ala tukang tato (Halaman113-116). Selain itu seorang yang kreatif harus
selalu berpikir out of the box. Berpikir diluar kotak, berpikir diluar hal
lazim (konvensional) dan berpikir diluar kebiasaan (Halaman 215). Hal ini akan
menjadikan orang kreatif untuk menjadi seorang pemenang dan pembeda. Karena ia
menempatkan dirinya berbeda daripada lainnya. Aditya juga mengatakan, bahwa
orang kreatif itu juga harus fleksibel. Selalu mengikuti perkembangan zaman yang
dinamis (Halaman 259).
Buku ini, merupakan buku yang sangat aplikatif, praktis,
menarik, lucu, tidak membosankan dan sangat kreatif. Gaya penulisan dengan
konsep scratch book. Menjadikan buku dibaca berkali-kali tidak akan membuat
pembaca bosan. Malah semakin memahamkan tentang cara dan pentingnya berpikir
kreatif. Sungguh buku yang sangat edukatif. Salah satu buku yang wajib dibaca
oleh para rakyat Indonesia. Karena kreatif itu adalah salah satu bentuk
pertahanan yang dibutuhkan Negara Indonesia, ucap Mas Wahyu Aditya Menteri
Desain Republik Indonesia.
RESENSI BUKU "THE INNOVATORS"
ADITYA EKA PRATAMA
14321146
Judul : The Innovators
Penulis : Walter Isaacson
Penerjemah : Reni Indardini
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun terbit : 2015
Tebal : 450
Internet awalnya dibuat untuk memfasilitasi
kolaborasi (kerja tim) sementara PC terutama yang ditujukan untuk penggunaan di
rumah dirancang guna mengakomodasi kreativitas individual. Perkembangan
kemajuan di bidang jaringan komputer dan PC baru bersinggungan pada akhir 80an,
berkat munculnya modem, penyedia jasa internet dan World Wide Web. Perkawinan
antara komputer dan jaringan terdistribusi Internet mencetuskan Revolusi
Digital, sehingga siapapun kini dapat menciptakan, menyebarluaskan, dan
mengakses informasi darimana saja. Perkembangan digital saat ini telah
memungkinkan orang biasa untuk lebih mudah menciptakan dan berbagi konten.
Siapa sajakah para inovator yang
telah menghantarkan kita kepada era digital yang nyaman ini?
Berawal dari
ambisi Babbage untuk menciptakan mesin yang dapat menjalankan beragam operasi
berdasarkan instruksi pemrograman, dimana alat itu dapat mengerjakan satu tugas
lalu beralih mengerjakan tugas lainnya. Meminjam istilah Babbage, mesin yang
dapat mengubah ‘pola kegiatannya’. Keinginan Babbage untuk membuat mesin yang
ia beri nama dengan mesin analitis ini didorong oleh minat masa kecilnya pada
mesin-mesin yang bisa merampungkan pekerjaan manusia.
Ide Babbage
untuk mesin analitis impiannya itu terlalu maju untuk zamannya, sehingga ia
tidak berhasil menarik perhatian media massa atau pun jurnal ilmiah saat itu.
Namun demikian seorang wanita penyuka matematika dan teknologi, Ada Lovelace
memercayai mesin impian Babbage. Ia satu-satunya orang yang bisa melihat
keindahan dan kegunaan yang menakjubkan dari mesin tersebut. Mesin tersebut
tidak hanya mampu untuk menghitung angka dan menjalankan operasi matematika
(seperti keinginan Babbage) namun juga berpotensi untuk memproses notasi simbol
apapun, termasuk notasi musik dan artistik.
Terinspirasi
penggunaan aljabar dalam logika formal yang diajarkan oleh tutornya de Morgan,
Ada menegaskan bahwa pada prinsipnya Mesin Analitis bisa menyimpan,
memanipulasi, memproses dan menindaklanjuti apapun yang dapat diekspresikan
sebagai simbol, entah itu kata, logika, musik, ataupun yang lain-lain.
Pemahaman di
atas merupakan konsep inti yang menggerakkan abad digital: konten, data, atau
informasi apa saja-musik, teks, gambar, bilangan, simbol, suara, video-dapat
dieskpresikan dalam format digital dan dimanipulasi oleh mesin.
Ide kartu berlubang yang ada di
mesin tenun jacquard dan dipinjam oleh Babbage untuk mesin analitis rekaannya
itu nantinya disempurnakan oleh Herman Hollerith sehingga pas untuk
dimanfaatkan dalam komputer.
Mesin
Hollerith dan Babbage berkarakter digital. Gagasan mesin analog kemudian muncul
oleh karya kakak beradik Lord Kelvin dan James Thomson pada tahun 1870-an. Alat
ini mampu melakukan perhitungan kalkulus namun gagal memecahkan persamaan
dengan banyak variabel. Kesulitan ini akhirnya terjawab pada 1931 oleh Profesor
Teknik dari MIT, Vannevar Bush. Beliau berhasil membuat komputer analog elektromekanis
pertama di dunia. Mesin itu diberi nama Differential Analyzer. Mesin ini
nantinya bayak digunakan untuk mendidik dan mengilhami para pionir komputer
generasi selanjutnya. Namun demikian mesin ini tidak mengambil peran penting
dalam sejarah komputer karena karakter analognya. Sebaliknya, Differential
Analyzer menjadi cikal bakal berakhirnya mesin analog.
Namun,
berbagai pendekatan, teknologi, dan teori anyar bermunculan pada tahun 1937,
tepat seratus tahun Babbage kali pertama menerbitkan makalahnya mengenai mesin
analitis. Lompatan matematika terjadi pada tahun ini yang salah satunya
menghasilkan konsep formal mengenai komputer universal. Dan konsep ini digagas
oleh matematikawan brilian asal Inggris, Alan Turing yang terkenal dengan mesin
Komputasi Logis atau mesin Turing. Disusul oleh berbagai penemuan dan tokoh
pelopor komputer lainnya, Claude Shannon penemu teori informasi sampai Bill
Gates, Steve Jobs yang tak asing lagi dan diakhiri oleh komputer buatan IBM,
Watson yang memenangi kuis jeopardy di tahun 2011.
Kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi tentu tidak berhenti sampai di sini, akan lahir banyak para penerus
yang melanjutkan mimpi-mimpi dari para generasi sebelumnya.
Ulasan
Buku ini berkisah tentang kemajuan serempak internet dan PC. Merunut keterkaitan antara perkembangan internet dan komputer. Inilah kisah mengenai para inovator era digital, mereka yang telah berjasa melahirkan revolusi digital.
Buku ini berkisah tentang kemajuan serempak internet dan PC. Merunut keterkaitan antara perkembangan internet dan komputer. Inilah kisah mengenai para inovator era digital, mereka yang telah berjasa melahirkan revolusi digital.
Ada sebuah kesamaan yang
dimiliki para pelopor komputer itu, yaitu mencari cara agar perhitungan
matematika (yang itu-itu saja) dapat dikerjakan secara lebih praktis dan cepat.
Kolaborasi antargenerasi ini lah
yang melahirkan era digital. Ide yang diwariskan dari satu jajaran inovator ke
jajaran berikutnya melahirkan revolusi digital yang luar biasa menakjubkan.
Bekerjasama, kolaborasi adalah
nilai-nilai keterampilan hidup yang harus dilatih dan dikembangkan. Kisah salah
satu tokoh yaitu John Atanasof membuktikan bahwa amat sukar untuk menjadi
penemu yang bekerja sendiri. Kesendirian Atanasof menjadi titik kelemahnnya,
karena di sekelilingnya tidak ada orang yang mampu memberikan masukan atau
membantu memecahkan tantangan teoretis ataupun teknis.
Yang perlu diingat, kreativitas
adalah proses kolaboratif. Kreativitas tidak muncul sendiri. Maka seorang
inovator yang baik adalah mereka yang memahami alur perubahan teknologi dan
meneruskan tongkat perjuangan inovator terdahulu.
Kelebihan dari buku ini
adalah bagaimana penulis melalui kata-kata yang di tulis di bukunya dapat
membuat orang menjadi lebih berpikir tidak individual, dan bisa membuat
pembacanya termotivasi.
Kekurangan dari buku ini
adalah terlalu fokus dengan isi sehingga cover kurang menarik.
Langganan:
Postingan (Atom)