Minggu, 03 April 2016

Resensi Buku

Nama : M. Mozaik Al Isamer HA
NIM : 13321130

Judul Buku : Filter Komunikasi Media Elektronika

Penulis : Samsul Wahidin, dkk.

Penerbit : Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Selatan dan

Pustaka Pelajar.

Tahun Terbit : 2006.

Jumlah Halaman : 144 + viii



Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang Nomor 32 tahun 2002, tediri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat Provinsi). Anggota KPI Pusat sebanyak (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI Daerah sebanyak (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu anggaran program kerja KPI pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Kinerja komisi penyiaran Indonesia dalam perspektif undang-undang sendiri berarti tentang konseptualisasi kinerja dan undang-undang penyiaran yang disusun dalam pasal 7 Undang-undang nomor 32 tahun 2003. Selain hal tersebut di dalam buku ini juga dijelaskan bahwa peran KPI yang khususnya berada di daerah Kalimantan Selatan yang juga berperan sebagai jembatan diantara lembaga penyiaran dengan masyrakat yang memerlukan informasi dan memerlukan media untuk saling berkomunikasi. KPI disini diharapkan dapat menjadi wadah untuk menampung aspirasi dari masyrakat maupun dari lembaga penyiaran itu sendiri. Dengan demikian KPI akan senantiasa menjadi lembaga yang benar-benar bermanfaat tidak semata karena secara formalitas ada atas tunjukan Undang-undang. Mafaat yang akan dirasakan oleh masyrakat bahwa mereka benar-benar akan dapat memperoleh informasi yang objektif untuk meningkatkan citra diri serta dapat menjalin komunikasi lebih bebas di atas dasar persamaan, persaudaraan dan saling membutuhkan dalam satu jalinan masyrakat informasi.

Di dalam buku ini juga terjadi perdebatan yang arahnya menyempurnakan yang arahnya menyempurnakan filter. Filter disini sendiri berarti dimaksudkan tidak saja muncul secara internal, dalam arti dari diri seseorang yang mau tidak mau, suka tidak suka harus melakukan komunikasi melalui media sebagai refleksi dari kesepakatan, dan filter itu sendiri diciptakan dari kesepakatan bersama. Lembaga yang memfilteri media komunikasi ini sendiri iyalah KPI dan KPID.

Di dalam buku ini juga dilampirkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, yang dimana didalam nya terdapat salinan mengenai keputusan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Yang kemudian disusul oleh studi kasus yang telah dilakukan oleh KPI didaerah Kalimantan Selatan. Dengan adanya bukti nyata ini diharapkan pembaca lebih mengerti apa yang dimaksud dari penulis. Karena dengan adanya bukti kongkrit diharapkan pembaca akan lebih yakin dengan apa yang telah di tuangkan oleh penulis di dalam buku ini sendiri. Meskipun pada akhirnya terdapat kekurangan dari buku ini yaitu letak geometris Indonesia yang berbentuk kepulauan, yang tentu saja akan membuat hal-hal yang dilakukan ditempat tertentu akan tidak sama dengan tempat lainnya.

Pada akhirnya buku ini akan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dibaca khususnya oleh Mahasiswa Ilmu Komunikasi karena dibuku ini banyak sekali informasi tentang komunikasi, medianya, maupun hal lain. Dari buku ini kita juga dapat paham mengenai pasal-pasal berapa sajakah yang termasuk dalam Komisi Penyiaran Indonesia dan kita juga akan mengetahui program-program yang boleh ditayangkan atau tidak boleh ditayangkan, yang kemudian disusul dengan sanksi-sanksi yang dapat diterima jika kita melanggar hal tersebut. Tentu saja buku ini juga merupakan referensi yang bagus untuk pembut acara ataupun perancang acara di media televisi.

Sabtu, 02 April 2016


Nama         : Mochammad Nur Alam
NIM           : 14321098



Buku           : Orde Media, Kajian Televisi dan Media Massa Indonesia Pasca Orde Baru
Editor          : Yovantra Arief dan Wisnu Prasetya Utomo
Penerbit       : Insist Pres, Remotivi dan Tifa Jakarta
Tahun          : Juni 2015
Tebal           : 295 halaman

Buku ini menjadi catatan sejarah perkembangan media di tanah air paska orde baru. Tumbangnya rezim yang berkuasa lebih dari 30 tahun itu membuat perusahaan media kian bertumbuh bak cendawan di musim penghujan. Buku ini mengulas bagaimana media kita memperlakukan publik, kepada siapa mereka tunduk dan bagaimana media memposisikan dirinya di era digital dewasa ini. Membincangkan kajian media massa sama dengan membincangkan hal-hal tabu. Terkesan tidak populer dan sangat sedikit orang yang menyukai kajian ilmu yang satu ini. Di negeri ini, kajian politik dan hukum tata negara lebih populer dibanding kajian media. Khususnya, kajian yang membongkar kegenitan media massa tanah air akhir-akhir ini.

Media terkesan ekslusif, berlindung dibaling kata-profesional- sehingga terkesan sulit dikritik. Alih-alih memperbaiki diri, media tanah air cenderung terseret arus deras kepentingan pemilik modal. Dalam buku “Orde Media” ini, pembaca disuguhkan bagaimana media massa tampil genit. Di satu sisi, larut dalam kepentingan pemilik modal, di sisi lain, tampil bak seorang dewa mengatasnamakan publik untuk membela kepentingan pemilik. Sebanyak 37 artikel dimuat dalam buku itu mengupas bagaimana televisi, koran, dan media online kita mengkontruksikan realitas Jakarta pada masyarakat nusantara. Pada bagian lain, Kamil Alfi Arifin menyajikan “birahi” politik pemilik media. Bagaimana TVOne dan kelompok media milik Aburizal Bakri (politisi Golkar) merubah sebutan Ical menjadi ARB (Aburizal Bakri). Sejak kecil, Aburizal dikenal dengan panggilan akrab Ical bukan ARB (hal 47). Namun, ketika mencalonkan diri dalam Piplres 2014, sebutan Ical berganti menjadi ARB. Harapannya tentu mendulang suara dan lebih populer dimata publik. Hanya kelompok media milik Bakrie yang konsisten menyebut Ical dengan nama ARB. Media lainnya relatif memilih Ical dan ARB secara bergantian. Selain itu, jurnalis memaknai profesional sebagai patuh perintah atasan. Bukan berjuang untuk menegakkan independensi ruang redaksi dan semata-mata berpihak pada publik sesuai esensi jurnalisme.

Realitas media memaksakan keinginannya bisa dibaca pada tulisan Ambar Arum. Dia mengkritisi tayangan Andai Aku Menjadi Trans TV (hal 76). Bagaimana tayangan itu “memaksakan” bahwa karakter masyarakat Jakarta atau perkotaan secara umum karakter manja, serba hidup mewah, saban hari naik-turun mobil. Toh, ini bukanlah realitas sebenarnya seluruh masyarakat kota besar tanah air. Namun, tayangan itu memaksakan begitulah realitas sesungguhnya. Sebaliknya, masyarakat desa ditampilkan sebagai kaum lemah dan hidup dalam kemiskinan. Kebahagiaan dimaknai sebagai sebuah realitas yang seakan-akan hanya bisa dimiliki masyarakat kota. Toh, esensi sesungguhnya kebahagiaan merupakan kata sifat, dapat dimaknai beragam oleh setiap manusia. Bagi masyarakat desa, kebahagiaan adalah bagaimana mereka hidup nyaman, menghirup udara segar dengan penghasilan yang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak muluk-muluk dan mesti memiliki rumah dan mobil mewah.

Koreksi Media
Kehadiran buku kumpulan artikel yang ditulis oleh jurnalis, akademisi dan peminat kajian media ini sejatinya dimaknai sebagai koreksi terhadap “kegenitan” media kita. Bahwa, media massa sejatinya bekerja untuk dan atasnama publik. Bahwa pemilik sah frekuensi siaran adalah publik. Bukan pemilik modal dengan segudang keinginan politiknya. Buku ini sejatinya dimaknai sebagai koreksi untuk media massa. Bahwa, bangsa ini ingin memiliki media yang cerdas mengabarkan, mengungkap fakta-fakta kebohongan negara di depan sidang pembaca.

Semua pemikir jurnalisme sepakat bahwa netralitas dalam media massa adalah hal absur. Namun, kode etik jurnalistik sejatinya menjadi acuan utama di industri media. Jika usur ini dipenuhi, maka Indonesia akan memiliki media yang cerdas, melaksanakan fungsinya sebagai “anjing penjaga” dan mendorong kemajuan bangsa ini dari waktu ke waktu. Bukan sebaliknya, menjadi media yang “bertuhan” pada pengiklan dan pemilik.

Jumat, 01 April 2016

Resensi Buku

Nama: M. Fadhil Pratama
NIM: 13321102

Judul Buku: Etika Jurnalisme Prinsip-prinsip Dasar
Pengarang: Zulkarimein Nasution
Tahun: 2015
Jumlah halaman: 181 halaman
Ulasan:
Buku ini memaparkan perihal etika jurnalisme. Di bagian awal buku ini, pembaca akan disajikan pemaparan mengenai pengertian dan makna etika dan pentingnya peran etika dalam bidang jurnalisme. Setelah itu, berlanjut kepada pemaparan mengenai hubungan etis jurnalisme dengan public, keprofesian dan etika jurnalisme, dan prinsip-prinsip utama etika jurnalisme. Di bagian akhir ini, pembaca akan disuguhkan pula pemaparan ihwal pelanggaran etika profesi jurnalisme (baik untuk kasus di Indonesia maupun di luar negeri) serta pemaparan mengenai tantangan yang dihadapi oleh jurnalisme. Buku ini dapat dibaca oleh para mahasiswa khususnya yang sedang menempuh pendidikan oleh bidang ilmu komunikasi atau juga ilmu jurnalistik.
Selain itu, dapat dibaca pula oleh jurnalis, pemerhati bidang jurnalisme maupun pemilik media. Seperti bidang profesi lainya profesi di bidang jurnalisme juga membutuhkan etika. Etika dibutuhkan dalam jurnalisme agar berita yang disampaikan ke public dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar ketentuan etik jurnalisme. Oleh karna itu, dalam melakukan aktifitas jurnalistik nilai-nilai atau prinsip-prinsip seperti akulrasi, objektifitas, keseimbangan, independensi, akuntabilitas kepada public dan sebagainy. Posisi etika dalam jurnalistik, dapat diibaratkan seperti kompas dan pemudi pada sebuah kapal diatas kertas, kapal tersebut diasumsikan akan bias berlayar kemana saja yang dikehendaki oleh nahkoda dan awaknya. Ketika berlayar kapal tersebuat akan mengaruhi ombak serta menempuh badai dan gelombang. Agar kapal tetap terus kearah yang benar, dan aman dibutuhkan pedoman yang handal. Disitulah kompas dan kemudi berfungsi memandu haluan menuju ke tempat tujua. Jika berlayar tanpa pedoman, kapal bias meluncur ke segala arah, dan tidak mustahil menemui nasib yang fatal : menabrak karang lalu kandas dan tenggelam.
Pembahasan mengenai keberadaan etika dapat dimulai dari penelusuran mengapa ada etika? Dalam kehidupan manusia. Bertolak dari penjelasan bahawa manausia adalah makhluk social maka hidupnya tak lepas dari interaksinya dengan manusia-manusia lain yang ada disekitarrnya. Dalam berinteraksi dalam pihak lain, dibutuhkan pedoman prilaku agar masing-masing tahu agar bagaimana menempatkan diri, agar interaksi dimaksud tidak menimbulkan goncangan ataupun ketidaknyamanan dalam arti sebenarnya. Itu sebabnya mengapa orang-orang yang beretika akan memperoleh respek dari lingkungan sekitarnya. Jurnalisme memerlukan etika sebagai panduan dalam melakukan tugasnya mencari dan menyampaikan kebenaran. Tugas mulia itu dipercayakan masyarakat kepada pers karena percaya bahwa pada dasarnya kepercayaan tersebut dijaga dan dipelihara oleh media dan wartawanya dengan cara menaati sejumlah prinsip yang dirumuskan dalam kode etik.
Sejak awal tumbuhnya profesi, syarat pengakuan masyarakat adalah ciri yang utama. Sejumlah kriteria harus dipenuhi, barulah sebuah pekerjaan dapat disebut sebagai profesi. Untuk mencapai status sebagai sebuah profesi, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi. Tidak semua pekerjaan lantas disebut dengan profesi. Status keprofesian jurnalisme hingga kini, masih menghadapi sejumlah problem. Belum semua kriteria profesi dipenuhi oleh sejumlah jurnalisme. Namun hal itu tidaklah mengurangi kewajiban seorang jurnalis untuk mejadi dan berprilaku professional, apakah jurnalisme sebuah profesi? Pakar media Silvio Waisboard melihat kekhawatiran dewasa ini, tentang masa depan berita memberi kesempatan untuk meninjau kembali konsep profesionalisme dalam jurnalisme.
Keprofesionalan jurnalisme tidak terpisahkan dari keberadaan kode etik profesi ini dan keataan warganya untuk melaksanakannya. Untuk mencapai status sebuah profesi, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi. Tidak semua pekerjaan lantas disebut profesi. Status keperofesian jurnalisme hingga kini menghadapi sejumlah problem. Bellum semua kriteri profesi dipenuhi oleh jurnalisme. Namun hal itu tidak mengurangi kekeharusan seorang jurnalis menjadi professional.
Untuk dapat memenuhi isi jurnalisme yang mulia : mencari dan menyampaikan kebenaran, profesi ini dibekali dengan sejumlah prinsip etika yang berfungsi sebagai penapis informasi yang dikumpulkan dan disunting untuk kemudian disajikan kepada khalayak. Serangkaian penampis itu bila diterapkan, akan menjamin karya jurnalistik yang dihasilkan oleh para jurnalis dapat memenuhi peran social dan ekspektasi masyarakat kepada mereka.
Meskipun penaatan pada kode etik merupakan ciri utama sebuab profesi dan menentukan tingkat kredibilitas public terhadap profesi yang bersangkutan, nyatanya sepanjang waktu tetap ada sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan oleh jurnalis dan media. Tidak semua warga profesi ini menaati sepenuhnya ketentuan etika seperti yang termaktum dalam kode etik. Hal ini menjadi salah satu poin yang mempengaruhi penilaian public mengenai status kerprofesian jurnalisme yang hingga kini masih menghadapi sejumlah problem. Pelanggaran etika profesi oleh para pelaku jurnalisme bagaimanapun juga menjadi catatan penting khalayak dalam menimbang keprofesional bidang ini.

Pada masa ini ke depan nanti, nilai-nilai dan praktik etik di lingkungan jurnalisme menghadapi sejumlah tantangan. Penyebabnya datan baik dari lingkungan jurnalisme maupun dari dalam jurnalisme sendiri. Tantangan dimaksus akan menimbulkan banyak implikasi terhadap konsep dan praktik jurnalisme. Namun demikian, diyakini bahwa etika akan tetap dibutuhkan bila jurnalisme ingin survive. 

Iklan Politik Dalam Realitas Media ( Sumbo Tinarbuko 2009 )


Indra Ramanda
14321024




Identitas buku :
Judul : Iklan Politik Dalam Realitas Media
Penulis : Sumbo Tinarbuko
Tahun Cetak : 2009
Diterbitkan : Jalasutra

Buku karya Sumbo Tinarbuko, seorang dosen dari perguruan tinggi negri di yogyakarta yang menceritakan tentang realitas media dimasyarakat sebagai iklan politik. Buku ini dicetak pertama kali pada tahun 2009 oleh Jalasutra. Buku ini sangat menarik ketika pertama dilihat, karna memiliki cover sampul dengan design yang menarik, dengan design seperti sketsa wajaah dan suatu daerah dan kritik-kritik sosial didalamnya dan menggunakan tampilan full warna yang menarik dipandang. Menimbulkan kesan trend masa kini. Buku ini memiliki isi sebanyak 4 babak.

Babak 1 menceritakan garis besar tentang iklan politik dengan realitas media, bagaimana kemasan iklan di masyarakat, bagaimana matinya iklan politik dimasyarakat, sampah visual iklan politik, vandalisme iklan politik dimana-mana, dan akhirnya menciptakan trend narsisme.

Babak 2 menceritakan garis besar tentang iklan politik dalam prespektif desain komunikasi visual, mencakupi pedagangan ide dalam ranah periklanan, desain komunikasi visual iklan politik, tipografi dimasyarakat, dan desain komunikasi visual dalam peneletian sosial.

Babak 3 menceritakan garis besar tentang iklan politik dalam prespektif pakar komunikasi politik, yaitu membahas tentang beberapa tanggapan para pakar politik seperti ahmad zaini, daniel rembeth, djito kasilo, dody oktavian, dyah pitaloka, I ketut martana, S.Sos, Ricky pesik, dan sauki basya.

Babak 4 menceritakan garis besar tentang menghayal iklan politik yang ideal

Total halaman dalam buku ini ada 106 halaman isi dari pambahasan. Menarik untuk dibaca karna buku ini menjelaskan topik permasalahan yang ada dimasyarakat tentang banyaknya sampah visual iklan politik yang tidak tertanggapi oleh masyarakat.

Resensi buku Media,kematian, dan identitas budaya minoritas (Representasi Etnik Tionghoa dalam Iklan Dukacita)

Nama: Lukman Adhi K
NIM: 14321051

Identitas buku:
Judul: Media,kematian, dan identitas budaya minoritas (Representasi Etnik Tionghoa dalam Iklan Dukacita)
Pengarang: Iwan Awaludin Yusuf
Penerbit: UII Press Yogyakarta
Tahun terbit: 2005
Tebal buku: 250 halaman
Dalam buku ini penulis mengambil tema unik yaitu berkaitan tentang kematian yang sampai saat ini menjadi topik perbincangan yang sentimental, terkadang ide muncul dari hal-hal yang cenderung “sepele” seperti iklan berita duka yang ada dimedia cetak. Berangkat dari rasa ingin tahu tentang mengapa iklan tersebut ada? Ada kepentingan apakah? Yang sebenarnya berkaitan dengan budaya Tionghoa yang menjadi aspek menarik oleh penulis.
Fenomena Necrocultura atau menggilai kematian dengan berlebihan yang melanda masyarakat dunia walaupun bukan hal yang baru tetapi referensi tertulisnya sangat sedikit, bahkan menurut penulis di Internet masih jarang dan susah menemukannya. Selain itu buku ini mengkaji iklan dukacita yang merupakan salah satu komodifikasi kematian di media massa. Kehadiran iklan ini telah dialihfungsikan menjadi sarana peneguhan posisi masyarakat tertentu yang terdiskriminasi, dapat kita simpulkan bahwa iklan dukacita ini bukan hanya sekedar iklan dimedia massa yang berisi informasi meninggalnya seseorang tetapi sebagai wujud eksistensi budaya etnik Tionghoa di Indonesia.
Melalui metode semiotik buku ini menjelaskan  bagaimana etnik Tionghoa ditampilkan lewat media iklan dukacita yang direpresentasi bidang ekonomi,sosial,budaya, dan agama yang dikaji dalam aspek komunikasi dan budaya.

Dalam iklan dukacita yang dikaji dalam bidang ekonomi memiliki konten branding produk, nama toko, dan lokasi toko yang tidak langsung sebagai sarana promosi dan representasi ekonomi pengiklan terhadap status ekonomi pengiklan.   

Puisi Joko Pinurbo ( Doa Malam )

NAMA : Aji Bayu Murti

NIM    : 13321077



DOA MALAM 

Tuhan yang merdu
Terimalah kicau burung di dalam kepalaku...

Resensi Buku Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi



Nama              : Aji Bayu Murti
Nim                 : 13321077
Judul Buku      : Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi
Penulis             : Nurudin
Kota Terbit      : Yogyakarta
Tahun Terbit    : November, 2012

Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi

Buku ini akan mengupas berbagai macam pokok persoalan yang ada dalam dunia komunikasi, secara khusus media komunikasi. Pembaca akan diajak masuk kedalam sebuah ranah dan konsep berpikir mengenai beberapa hal yang menjadi latar belakang dari penelitian ini. Ini merupakan pengayaan dari penelitian terdahulu yang membahas tentang komunikasi berbasis internet yang berjudul “Citizen Journalism Sebagai Kataris Baru Masyarakat (Nurudin, 2010)”. Selanjutnya adalah Fenomena media sosial yang saat ini bisa menjadi antithesis dari teori-teori komunikasi massa yang selama ini dikenalkan dalam study komunikasi.
Penulis sengaja memaparkan sedikit banyak tentang metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Karena metode penelitian adalah sejenis pisau yang digunakan untuk mengetahui tingkat keabsahan serta lokasi dimana penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar pembahasan nantinya tidak melebar sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.
Peneliti juga melampirkan hasil penelitian terdahulu yang dianggap sesuai dengaj kajian ini. Bahasan penting dari kajian teori ini adalah Teknologi Komunikasi yang mempengaruhi perkembangan perubahan penyebaran pesan, Determinisme Teknologi, Imperealisme media sosial, media sosial dan virtual reality, sampai pro dan kontra media sosial.
Buku ini akan menggali fenomena media sosial yang sedang mewabah di era cyberspace. Kajian tentang media sosial adalah kajian baru yang belum banyak mendapatkan perhatian para peneliti di perguruan tinggi. Padahal, proses dampak yang akan terjadi sangat luar biasa di masa datang. Sementara itu masyarakat Indonesia sudah terlanjur banyak yang memanfaatkan media sosial tersebut untuk proses komunikasi. Mereka tidak mengetahui konsekuensi dan dampak media sosial itu. Bagi mereka, yang penting bisa berkomunikasi secara efisien dan efektif, tidak lebih dari itu.
Tidak bisa dipungkiri kehadiran media sosial telah mengubah, bahkan merevolusi proses komunikasi manusia. Bahkan bisa dikatakan proses komunikasi model demikian merupakan ciri khas yang melekat pada masyarakat modern saat ini. Sangat mungkin dalam beberapa dekade ke depan ada perubahan, tetapi untuk saat sekarang media sosial berperan dalam penyebaran informasi.
Hasil penelitian oleh Nurudin dalam buku ini, juga membuktikan adanya kenyataan bahwa media sosial menjadi ciri khas masyarakat modern saat ini. Hal demikian diakui oleh Heny Maslukhah. Heny mengungkapkan bahwa ciri khas yang melekat itu bisa dicirikan dengan kenyataan bahwa masyarakat tidak lagi menjadi konsumen media tetapi menjadi produsen. Informasi tidak hanya disebarkan oleh wartawan, tetapi oleh masyarakat.  Misalnya saja saat ini sudah muncul Citizen Journalist. Citizen Journalist  adalah orang atau kelompok orang yang bebas, independen tanpa terikat oleh pihak manapun dalam menyebarkan informasi (lewat blog dan web pribadi). Bahkan berita yang belum muncul di media umum (mainstream media) sudah muncul terlebih dahulu lewat citizen journalist.
Berkaitan dengan model arus peredaran informasi, informasi yang beredar tidak lagi one step flow of communication (komunikasi satu arah), tetapi two step flow of communication (dua arah) atau bahkan multi step flow of communication (banyak tahap). Komunikasi satu arah hanya dari komunikan ke komunikator. Sementara itu komunikasi dua arah menjadi ciri komunikasi masyarakat modern. Komunikan tidak saja selamanya menjadi komunikan, bahkan komunikan juga bisa menjadi komunikator. Jika kita pembaca media cetak, informasi hanya diterima oleh pembacanya saja. Namun kalau kita user media sosial, kita bisa menjadi komunikator. Citizen journalist salah satu bukti dampak dari munculnya media sosial.
Masyarakat sekarang menuntut komunikasi interaktif dengan banyak arah. Sementara itu kenyataan mainstream media tidaklah demikian. Maka mainstream media juga merasa perlu membangun interaksi dengan audiensnya dengan komunikasi interaktif pula. Sebagai bukti banyak dari mainstream media sekarang juga memanfaatkan jaringan sosial untuk penyebaran informasi, disamping juga mempunyai e-paper.
Tidak bisa dipungkiri, munculnya media sosial telah membawa bentuk perubahan-perubahan tidak saja pada individu tetapi juga masyarakat. Perubahan sosial ini terlihat dari cara kita berkomunikasi di media sosial tanpa memandang jarak, waktu, tempat, dan keadaan. Contoh perubahan politik dengan media sosial, seseorang dapat mengakses informasi politik dan dapat memberikan argumennya melalui blog-blog yang membahas politik. Contoh  perubahan budaya dengan adanya media sosial ini mengubah budaya tingkah laku penggunanya, dikarenakan orang-orang pengguna media sosial bisa menjadi orang anti sosial sebab mereka terlalu sibuk dengan dunia media sosial di HP mereka.
Saat ini fenomena media sosial memang sedang menjadi bahan pembicaraan di masyarakat. Nyaris semua informasi yang ada di perkotaan tidak akan bisa lepas dari media sosial. Jika kita melihat perkembangan teknologi komunikasi yang semakin cepat, tentu ada perubahan-perubahan yang mungkin terjadi atas media sosial di masa datang. Itu memang sebuah keniscayaan sejarah yang tidak bisa dihindari kemunculannya. Berkaitan dengan hal itu, buku ini menayangkan sejauh mana perkembangan media sosial masa depan. Nyaris semua nara sumber mengatakan bahwa masa depan media sosial masih mempengaruhi proses komunikasi manusia.
Media sosial di masa mendatang akan berkembang semakin pesat. Hal itu karena sifat dasar manusia yang cepat bosan serta tidak pernah puas dan selalu ingin meminta hal lebih. Sehingga media sosial pun akan semakin berevolusi untuk memenuhi sifat dasar manusia tersebut dengan semakin  berinovasi dan menambah fitur-fitur dan fungsinya. Dengan demikian, masyarakat juga akan semakin betah, selalu mencari, dan merasa selalu lebih nyaman berada di media sosial yang menjadi “dunia lain” mereka. Bahkan media sosial ke depan akan semakin menjadi primadona dalam dunia komunikasi. Itu semua disebabkan karena semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan informasi atau berita.
Tak dapat dipungkiri media sosial bersifat adiktif. Di masa yang akan datang ada inovasi-inovasi baru yang akan dilakukan oleh media sosial. Salah satu contoh inovasi yang dilakukan oleh media sosial adalah kerja sama yang dilakukan oleh facebook dan skype. Inovasi itu memungkinkan pengguna facebook tidak hanya bias chatting secara tulisan, namun dapat bertatap muka dengan rekan facebooknya. Contoh inovasi-inovasi lainnya yang dilakukan oleh twitter, instagram dengan twitter serta soundcloud dengan facebook. Fitur-fitur yang semakin canggih inilah yang tidak mustahil membuat para pengguna jejaring sosial serasa semakin dimanjakan dan memiliki tingkat adiktifitas yang tinggi terhadap media social. Masa depan media sosial dengan demikian bisa diringkas sebagai berikut; (a) sumber dari segala sumber informasi, (b) ketergantungan manusia yang semakin tinggi  pada media social.
Satu hal yang akan berubah di masa datang adalah format isi media sosial. Format isi media yang sebelumnya hanya berupa teks-teks, dalam masa yang akan datang akan dipadukan dengan audio visual. Kalau dahulu hanya ada chatting lewat Yahoo Messenger (YM) dengan teks, saat sekarang bisa pakai YM dengan web camera atau memakai camfrog (perpaduan chatting dengan memakai audio visual). Tentu saja, itu sangat sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi itu sendiri.